hanya logo lbh digitek
LBH Digitek
Bagaimana Kejelasan Hak Cipta Karya Artificial Intelligence di Indonesia? Apakah Dapat Menjadi Public Use?

Selama 20 tahun terakhir, perkembangan teknologi informasi berkembang dengan sangat pesat dan memberi dampak yang mengubah tatanan hidup manusia di dunia. Beberapa contoh di antaranya adalah hadirnya revolusi industri 4.0 yang pertama kali dikemukakan oleh pemerintah Jerman pada Hannover Fair pada April 2011 yang menghadirkan beberapa teknologi baru, seperti Internet of Things, Cloud Computing, Artificial Intelligence/ Kecerdasan Buatan (AI), Cyber Security, dan penerapan teknologi terbarukan lainnya.[1]

            Salah satu bentuk teknologi terbarukan tersebut adalah teknologi AI atau kecerdasan buatan, yang oleh Alan Turing dijelaskan sebagai sistem yang dapat berperilaku layaknya manusia.[2] Dengan kata lain, AI adalah komputer atau robot yang dikendalikan oleh komputer untuk melakukan tugas atau perbuatan yang biasanya dilakukan oleh manusia.[3]

            Sejak kemunculannya sampai dengan saat ini, AI telah berkembang pesat, yakni mulai dari penggunaannya yang hanya untuk mengotomatisasi pekerjaan manusia yang bersifat administratif, berulang, dan tetap, hingga pada pekerjaan yang menghasilkan suatu karya secara mandiri. Hasil perkembangan AI terbaru yang dapat menghasilkan suatu karya tersebut atau yang disebut sebagai Generative AI menjadi sorotan publik. Salah satu contoh jenis AI tersebut adalah AI Midjourney, yakni Generative AI yang dapat mengubah instruksi tulisan menjadi gambar secara gratis.[4]

            AI Midjourney ini menjadi perbincangan hangat di masyarakat, khususnya bagi kalangan seniman dan pengguna karya seni gambar, karena dapat membantu seniman dalam menyelesaikan karyanya atau bahkan menggantikan seniman itu sendiri secara sepenuhnya. Jika ditinjau secara sekilas, kehadiran AI Midjourney akan mengubah industri seni gambar, yakni munculnya banyak praktik penggunaan hasil karya AI Midjourney untuk berbagai kepentingan, terutama penggunaan komersial tanpa adanya biaya pembautan gambar. Namun, jika ditinjau lebih lanjut, hal tersebut menimbulkan suatu masalah baru, yakni; “bagaimana penggunaan hasil karya AI tersebut?”, “Apakah karya tersebut memiliki hak cipta?”, “Apakah boleh digunakan untuk kepentingan tertentu?”, dan masalah lainnya mengenai hak cipta karya Ai tersebut dan ketentuan penggunaannya.

            Terkait dengan masalah tersebut, Midjourney sebagai penyedia layanan AI Midjourney secara tegas mengungkapkan pada Terms of Service-nya, bahwa pengguna yang berlayanan berbayar dengan AI ini memiliki kepemilikan atas gambar yang dihasilkan oleh AI ini atas instruksinya, kecuali untuk gambar yang ditingkatkan dari gambar yang telah ada sebelumnya yang dimasukkan ke dalam instruksi ke AI Midjourney. Di lain sisi, pengguna AI yang tidak berbayar hanya memiliki izin untuk penggunaan non-komersil atas karya yang dihasilkan oleh AI tersebut.[5]

            Namun, Midjourney juga menyatakan bahwa pihaknya tidak memberikan jaminan atas hal tersebut berkenaan mengenai hukum yang berlaku bagi pengguna AI Midjourney.[6] Akibatnya, ketentuan mengenai hak cipta gambar hasil AI Midjourney juga harus tunduk pada hukum yang berlaku bagi pengguna, yang dalam hal ini ketentuan Hukum Indonesia mengenai hak cipta, yakni UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UU  HC) berlaku bagi pengguna yang tunduk pada ketentuan tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 2 UU No. 28 Tahun 2014, yang salah satunya adalah Warga Negara Indonesia.

            Pada kenyataannya, UUHC belum mengatur secara jelas mengenai permasalahan ini, sehingga tidak terdapat ketentuan yang tegas mengenai kepemilikan hak cipta karya AI tersebut. Dengan demikian, muncul anggapan bahwa hasil karya AI Midjourney tidak dilindungi oleh hukum hak cipta di Indonesia, sehingga karya tersebut menjadi Public Use, yakni dapat digunakan secara bebas oleh publik.Namun, jika ditinjau lebih lanjut, gambar hasil AI Midjourney sebenarnya memenuhi pengertian Ciptaan yang diatur dalam Pasal 1 UU HC, yakni karena gambar tersebut termasuk karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dihasilkan oleh kecekatan (Kecerdasan Buatan/AI) dalam bentuk nyata, yakni gambar digital, tanpa menyebut bahwa Ciptaan tersebut harus diciptakan oleh Pencipta yang oleh UU HC sendiri hanya mencakup orang dan badan hukum. Walaupun demikian, UU HC dalam Pasal 1 angka 4 mengatur bahwa hak cipta atas suatu ciptaan jatuh kepada Pencipta, pihak yang menerima hak cipta dari Pencipta secara sah, dan pihak lain yang menerima lebih lanjut dari pihak yang menerima hak tersebut dari Pencipta, sehingga masalah siapa yang memiliki karya hasil AI Midjourney masih menjadi pertanyaan.

            Terhadap masalah ini, penulis melihat AI sebagai sistem untuk melakukan suatu tindakan terhadap suatu Informasi Elektronik tertentu secara otomatis yang diselenggarakan oleh manusia atau badan hukum yang berdasarkan Pasal 1 angka 8 UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang diubah terakhir kali oleh UU No. 1 tahun 2023 (UU ITE) yang disebut sebagai Agen Elektronik. Kemudian, Pasal 21 UU ITE mengatur bahwa agen elektronik sebagai kuasa dari manusia atau badan hukum dapat melakukan Transaksi Elektronik yang merupakan perbuatan hukum melalui komputer, jaringan komputer, dan media elektronik lainnya, yang dalam hal ini adalah internet.

            Dari sudut pandang tersebut, penulis melihat bahwa pendekatan dengan konsep yang diatur dalam Pasal 36 UU HC yang pada intinya mengatur bahwa Pencipta dan Pemegang Hak Cipta atas Ciptaan yang dibuat dalam hubungan kerja atau berdasarkan pesanan adalah pihak yang membuat Ciptaan dapat digunakan dalam kasus ini, kecuali diperjanjikan lain. Artinya, UU HC mengakui perjanjian sebagai dasar penentuan Pencipta dan Pemegang Hak Cipta. Dengan menggunakan konsep ini, pihak pengguna AI Midjourney menjadi pihak pemesan Ciptaan dan pihak Midjourney sebagai pembuat Ciptaan yang didasarkan pada rangkaian perjanjian di antara kedua belah pihak tersebut, termasuk Terms of Service Midjourney. Dalam perjanjian tersebut, pihak Midjourney menggunakan Agen Elektronik, yakni AI Midjourney, sebagai kuasanya untuk melakukan perbuatan yang diatur dalam perjanjian pembuatan gambar tersebut. Dengan demikian, dapat disimpulkan sementara bahwa Pemegang Hak Cipta dari gambar hasil AI Midjourney adalah sesuai dengan ketentuan perjanjian antara pihak pengguna Midjourney dengan Midjourney, yakni yang diatur dalam Terms of Service Midjourney.

            Namun, kesimpulan tersebut belum dapat dijadikan suatu jaminan bahwa UU HC mengakui hak cipta atas karya hasil AI Midjourney, karena UU HC belum mengatur secara tegas mengenai hal ini. Selain itu, belum terdapat kepastian bahwa karya AI Midjourney memenuhi syarat orisinalitas Ciptaan yang disyaratkan UU HC, karena AI Midjourney membuat gambar dengan teknologi diffusion atau peleburan dengan metode denoising dari karya yang telah ada sebelumnya, atau dengan kata lain AI tersebut membuat karya baru dengan melebur dari karya-karya yang sudah ada sebelumnya Hal tersebut dipertegas kembali oleh Staf Ahli Menteri Bidang Reformasi dan Regulasi Kemenparekraf, Ari Juliano Gema, dengan menyebutkan bahwa masalah muncul jika gambar hasil AI mengandung “DNA” dari karya orang lain yang digunakan tanpa hak dan tidak sah.[7]


[1] Ad-Ins, 8 Februari 2023, Diakses dari https://www.ad-ins.com/id/apa-itu-revolusi-industri-4-0/#:~:text=Sejarah%20Perkembangan%20Revolusi%20Industri%204.0,dengan%20adanya%20bantuan%20dari%20teknologi, Diakses pada 5 Juni 2023.

[2] Digital Transformation Indonesia, 20 Februari, Diakses dari https://digitaltransformation.co.id/pengertian-artificial-inteleggence/, Diakses pada 5 Juni 2023.

[3] Muhammad Zaenuddin, 31 Januari 2023, Diakses dari https://www.kompas.com/tren/read/2023/01/31/120100965/apa-itu-artificial-intelligence-pengertian-manfaat-dan-penerapannya?page=all, Diakses pada 5 Juni 2023.

[4] Calvin Wankhede, 15 Mei 2023, Diakses dari https://www.androidauthority.com/what-is-midjourney-3324590/, Diakses pada 5 Juni 2023.

[5] Midjourney, Diakses dari https://docs.midjourney.com/docs/terms-of-service, Diakses pada 6 Juni 2023.

[6] Ibid.

[7] Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, 30 Juni 2020, Diakses dari https://www.dgip.go.id/artikel/detail-artikel/dirjen-ki-para-ahli-hukum-perlu-membahas-hukum-mengenai-pelindungan-hak-cipta-artificial-intelligence?kategori=pengumuman, Diakses pada 6 Juni 2023.